terapi perilaku (Behaviour
therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang
didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan
psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai
tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan
perilaku yang tidak diinginkan.
sejarah
perkembangan terapi perilaku
Watson dkk selama 1920
melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning)
pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada tahun
1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan memakai
suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian
dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon.
Terapi perilaku pertama
kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden
Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans
Eysenck.
Tujuan:
Tujuan umum terapi tingkah
laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar
alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka
ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif
bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman
belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum
dipelajari;
·
Meningkatkan perilaku, atau
·
Menurunkan perilaku
·
Meningkatkan perilaku:
·
Reinforcement positif: memberi penghargaan
thd perilaku
·
Reinforcement negatif: mengurangi stimulus
aversi
·
Mengurangi perilaku:
·
Punishment: memberi stimulus aversi
·
Respons cost: menghilangkan atau menarik
reinforcer
·
Extinction: menahan reinforcer
Teori
dasar Metode Terapi Perilaku
Perilaku maladaptif dan
kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned), Terapi
untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning)
atau ditinggalkan (unlearning), Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan
perilaku (operant and clasical conditioning).
Fungsi
dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis
menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia,
para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada
tingkahlaku yang baru dan adjustive.
Hubungan
antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan
pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses
terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi
perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan
impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya
memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.
Bentuk
bentuk terapi Perilaku
1. Sistematis
Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang
psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan
lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant
conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph
Wolpe.
Dalam metode ini,
pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut
dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk
bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini
adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi
phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.
Tujuan dari
desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien
bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
2. Exposure and
Response Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama
gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang
dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.
Metodenya dengan memaparkan
pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping)
yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien
bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa
menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping strategy ini dipakai
untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah
timbulnya kecemasan.
3. Modifikasi perilaku, menggunakan
teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah
perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan
negatif.
Salah satu cara untuk
memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian,
persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu
keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam
cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
4. Flooding, adalah
teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan
mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan
pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama
sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.
Tehnik Terapi:
5. Latihan relaksasi
Relaksasi menghasilkan
efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung
yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular.
Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya,
seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode
untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi
progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang
tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau
sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi
atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan
relaksasi sendiri.
6. Observational learning, Juga
dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi
pembelajaran.
·
Attention to the model.
·
Retention of details (observer harus mampu
mengingat kebiasaan model)
·
Motor reproduction (observer mampu
menirukan aksi)
·
Motivation and opportunity (observer harus
termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus
berkesempatan melakukannya).
·
reinforcement. Punishment may discourage
repetition of the behaviour
7.Latihan Asertif
·
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
Tidak mampu mengungkapkan
‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
Menunjukkan kesopanan yang
berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
Klien yang sulit
menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
Merasa tidak punya hak
untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
·
Prosedur:
Latihan asertif
menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa
dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang
rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk
bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
·
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien
memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis
mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka
saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis
memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada
terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis,
sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
8. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian
aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan
behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik
dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup
gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual,
Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
9. Pengondisian
operan
Tingkah laku operan adalah
tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah
laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku
operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang
mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain,
dsb.
·
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah
laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di
masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan,
memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari
pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian
operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan
intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
·
Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu
pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah
tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah
laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang
tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan
tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan
kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan
pernerkuat-pemerkuat primer.
·
Pembentukan Respon, adalah tingkah laku
yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari
tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati
tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons
yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya,
jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah
laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah
laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik,
verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah
laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun
sekunder.
·
Perkuatan intermiten, diberikan secara
bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan
oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan
dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan
yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan
tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap
terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah
laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar,
tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku
yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian
perkuatan bisa dikurangi.
·
Penghapusan, adalah dengan landadsan
bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons
tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku
yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk
menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah
laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi
berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh
perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa
penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika
seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru
si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus
kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan
kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.
·
Modeling, metodenya dengan mengamati
seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.
Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah
laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan
sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku
model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki
seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang
mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami
akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian
diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman.
Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi
oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat
di mata mereka sebagai pengamat.
·
Token Ekonomi, metode token economy
dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan
pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh.
Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
Hasil
Terapi Perilaku
Terapi perilaku telah
berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu
yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan.
Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang
terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic,
gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik
terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat
menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang
sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti
dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru.
Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial
dari Eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata
kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala,
tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah
menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku
adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan
interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin
tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting
dalam menilai kemanjuran terapi perilaku.
Seperti pada bentuk terapi
lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien
harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.
SHELLI VELLAYATI . 19510785 . 3PA02
Referensi :